Cerita Perempuan Menopause Dini yang Harus Kehilangan Rasa Percaya Diri
Suara.com - Adelle Martin, perempuan berusia 51 tahun, sedang duduk di bar miliknya di Rochester, Kent. Dia memperlihatkan koyo esterogen yang harus ditempelkan di pinggulnya dua kali seminggu.
Pasca-menopause, dia melakukan penyuluhan untuk para perempuan tentang bagaimana melalui tahap kehidupan yang sangat menantang itu.
Gejala menopause Adelle dimulai sangat awal, ketika dia baru berusia 39 tahun. Kala itu dia masih bekerja di bidang keuangan.
Tiga tahun kemudian, dia baru benar-benar mengalami menopause. Adelle mengatakan pengalaman itu telah mengubah hidupnya.
Baca Juga: Berselisih Soal Hak Penangkapan Ikan, Inggris Segera Panggil Duta Besar Prancis
"Saya merasa hilang. Saya bisa menangis tersedu-sedu atau menjadi sangat pemarah, dan kondisi itu membuat orang-orang di sekitar saya kesulitan. "
"Ketika saya sedang bekerja dan dengan tim saya, saya harus berusaha keras untuk tidak menangis dan tidak berteriak."
Adelle kehilangan kepercayaan dirinya. Dia mengalami perubahan suasana hati dan kabut otak (sulit focus dan berkonsentrasi). Dia juga memiliki gejala klasik yang berhubungan dengan menopause, hot flush (rasa panas yang datang tiba-tiba, biasanya di bagian tubuh atas).
"Saya baru pernah merasa terbakar seperti itu. Orang hanya melihat saya berkeringat, tapi bagi saya rasa panas itu membakar dan menyesakkan dada. Kadang-kadang saya merasa tercekik dan ada rasa ingin keluar."
Adelle mengatakan dia bahkan memiliki salah satu dari 34 gejala menopause, yaitu sensasi tersengat listrik.
Baca Juga: Benarkah Rutin Berhubungan Seks Bisa Menunda Menopause? Peneliti Ungkap Faktanya!
Dia tertawa. "Itu cukup lucu."
Secara keseluruhan, apa yang terjadi padanya sama sekali tidak lucu.
"Hal tersulit adalah melihat ke cermin dan tidak mengenali diri sendiri dan itulah yang membawa saya keluar dari ruang rapat. "
"Kepercayaan diri saya hilang, saya merasa panas sepanjang waktu, kulit saya, rambut saya, saya tidak bisa merasakannya. Saya merasa seperti benar-benar kehilangan diri saya sendiri. Pada saat itu saya tidak tahu apa yang saya alami. Ternyata itu adalah menopause. "
Adelle mulai lega ketika dia minta menjalani terapi penggantian hormon (HRT), yang katanya bisa menghilangkan rasa panas di tubuhnya dan membantunya berpikir lebih jernih.
Sembilan tahun kemudian, dia masih menggunakan koyo hormon untuk menjaga kemungkinan tulangnya melemah.
Dia harus menebus setiap resep obat seharga Rp182.554 di unit layanan kesehatan Inggris, National Health Service (NHS).
Saat ini Adelle mendapat satu kotak koyo setiap tiga bulan, setelah dia meminta resep yang durasinya lebih panjang. Sebelumnya dia harus menebus resep setiap bulan.
Dia memiliki satu koyo yang mengandung dua hormon, estrogen dan progesteron. Beberapa perempuan harus membelinya secara terpisah, yang berarti mereka membayar dua kali.
Di Skotlandia, Wales, dan Irlandia Utara, resep obat gratis bisa didapatkan di NHS.
Anggota parlemen Partai Buruh Carolyn Harris telah mengajukan RUU ke Parlemen yang menyerukan agar kebijakan itu juga diperluas di seluruh Inggris.
Penderitaan PerempuanCarolyn Harris mengatakan HRT "tidak untuk semua orang", dia bilang itu bisa jadi pilihan.
"Kita berbicara tentang 51% populasi yang menderita gejala ini dan membutuhkan pilihan untuk membuat keputusan jika mereka menginginkan HRT."
Dia mengajukan RUU itu sebagai bagian dari kampanye untuk meningkatkan kesadaran terhadap menopause.
"Ini bukan hanya tentang HRT, ini tentang pendidikan, ini tentang pekerjaan, ini tentang hubungan, ini tentang berbagi, ini tentang berbagai perbincangan mengenai itu."
RUU itu tentu saja membuat Westminster berbicara tentang menopause.
Menteri Kesehatan Maria Caulfield berjanji RUU itu akan menjadi prioritas pemerintah dalam Strategi Kesehatan Perempuan yang akan datang.
Dia menyampaikan komitmen itu dalam debat yang digelar untuk memperingati Bulan Menopause Sedunia.
Sebelumnya, beberapa anggota parlemen perempuan sudah membagikan pengalaman mereka, mengenai gejala dan hal-hal lainnya.
Ketika ada jutaan perempuan yang memenuhi syarat, biaya untuk menggratiskan HRT di Inggris akan menjadi signifikan.
Bukan hanya perempuan menopause yang harus membayar resep secara teratur, orang-orang dengan kondisi kesehatan jangka panjang juga telah berjuang untuk meminta obat-obatan mereka digratiskan di Inggris.
Koalisi Retribusi Resep merupakan gabungan dari 51 organisasi yang menyerukan pemerintah untuk menghapus biaya resep untuk orang-orang yang mengidap penyakit dalam waktu yang lama.
Ketua koalisi Laura Cockram mengatakan orang-orang kesulitan membeli banyak obat.
"Jika Anda menderita Parkinson, Anda dapat memiliki delapan atau sembilan obat setiap bulan sehingga biaya hidup menjadi sangat mahal dengan kondisi jangka panjang seperti itu," katanya.
"Anda bisa membeli sertifikat pra-pembayaran - selama tiga bulan, biayanya lebih dari Rp585.000. Selama 12 bulan, biayanya lebih dari Rp2,1 juta. Tetapi beberapa orang mengatakan kepada kami, terutama mereka yang sudah lama mengidap penyakit, bahwa sebenarnya cukup banyak uang untuk ditemukan untuk membayar biaya di muka itu."
Menurut Menopause Charity, hanya 12% perempuan menopause di Inggris yang menggunakan HRT.
Beberapa pihak menilai pengetahuan yang salah dan kurang bisa menjadi penghalang bagi perempuan, dibandingkan biaya itu sendiri.
Sebuah studi yang belum sempurna di AS, pada awal 2000-an, menyebabkan publisitas yang menyesatkan tentang kemungkinan risiko HRT. Beberapa orang masih menyalahkan studi itu yang menyebabkan perempuan tidak mau memakai HRT.
Pemerintah mengatakan menopause perlu dianggap serius dan perempuan "harus mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan".
Pemerintah juga menyatakan "punya komitmen kuat untuk memastikan para perempuan bisa mengakses pengobatan menopause berkualitas tinggi, termasuk HRT, yang dapat menjadi penyelamat bagi mereka yang mengalami gejala parah."
Belum ada Komentar untuk "Cerita Perempuan Menopause Dini yang Harus Kehilangan Rasa Percaya Diri"
Posting Komentar